GuDang eLmu
this site the web

Semangat Pengrajin Cobek

Udara panas menusuk tulang di suasana bulan Ramadhan dimana umat Islam diwajibkan menunaikan ibadah puasa tak menghalangi aktivitas para pengrajin cobek batu. Jika dijumlah mereka berjumlah puluhan orang tersebut tetap sibuk dengan pekerjaannya sebagai mata pencaharian utamanya, membuat cobek. Nyaris seharian penuh, mereka tak lelah memecah, memukuli, dan memahat batu – batu besar untuk dijadikan alat yang menjadi kebutuhan ibu – ibu rumah tangga tersebut.

Berlokasi di sebelah Timur kota Malang, Dusun Petung Wulung, Desa Toyomarto kecamatan Singosari. Dusun yang ditempuh sekitar satu jam dari kota Malang. Puluhan pengrajin cobek batu tinggal disekitar dusun dekat penambang pasir. Faktor geografislah yang menyebabkan warga sekitar penambang pasir bermata pencaharian sebagai pengrajin cobek karena material batu – batu besar sebagai bahan utama produknya.

Semangat pengrajin batu tak tertelan oleh zaman. Ini nampak karena seiring berkembangnya teknologi, cobek batu masih dibutuhkan masyarakat sehingga tidak mengalihkan pengrajin batu untuk mengais rezeki dari batu. Dusun yang menjadi salah satu desa yang masih tetap bertahan melestarikan teknik kerajinan karena keahlian ini merupakan warisan leluhur mereka.

Dari puluhan pengrajin cobek tersebut, salah satu dari mereka menekuni pekerjaan ini sejak beliau duduk di bangku sekolah dasar. Bapak yang akrab dipanggil Yadi ini mampu membesarkan lima anaknya sampai mereka mempunyai penghasilan sendiri dengan pekerjaan yang menurutnya keahlian membuat cobek mampu menurunkan ke anak cucunya. Perawakan kurus tanpa sehelai benang yang melingkari badannya ditengah terik matahari Yadi memahat satu demi satu batu – batu besar di depan rumahnya untuk dijadikan cobek. Meski sehari mampu menyelesaikan 4 sampai 6 buah cobek karena usianya yang sudah mencapai kepala 6, bapak bernama Biyadi ini seolah tak mengeluh dengan pekerjaannya yang beliau tekuni sejak dahulu. Beliau memulai pekerjaannya sejak subuh hari sepulang dari shalat jama’ah di musholla yang tak jauh dari tempat tinggalnya. “Habis subuhan (shalat subuh) dari mushalla langsung mecal (memecahkan) batu, karena udaranya dingin dan nantinya memperoleh hasil lebih banyak.” Ungkap pria asli dusun Petung Wulung tersebut.

Pekerjaannya yang keras tak meneluturkan iman dan ketakwaan Yadi kepada Sang Khalik. Ibadah wajib dibulan ramadhan yang banyak kali ditinggalkan oleh para pekerja keras, tapi tidak pada diri Yadi selain usianya bisa dibilang renta mampu menjalankan puasa dengan tetap menekuni pekejaannya. Wajah kalemnya menuturkan aktivitas berbedanya di bulan puasa karena harus selesai sampai siang hari dan mampu menghasilkan hanya 2 buah cobek per harinya. Serasa melelahkan memang, namun ini semua demi sesuap nasi sebagai memenuhi kebutuhan primernya. Padahal cobek batu berukuran 20 cm dihargai Rp. 3500 dan ukuran 35 cm dihargai Rp. 10.000 karena di jual ke juragan cobek terdahulu untuk dibeji (dihaluskan).

Namun dunia kerjanya masih mampu menyekolahkan kelima anaknya meski tidak sampai melanjutkan ke perguruan tinggi. Teman yang menemani karirnya sudah meninggalkan dirinya 31 tahun yang lalu. Karena sakit, istri yang dicintai harus meninggalkan dunia yang keras ini. Tahun – tahun berikutnya hari – harinya ditemani lima anaknya yang sekarang empat anaknya sudah berumah- tangga sendiri. Yadi cukup bersyukur dengan keadaannya sekarang. Di hari tuanya masih mampu bekerja untuk uang jajan cucu – cucunya. (Ihe)

Perbandingan Epistemologi Pendidikan Filusuf Inggris dengan Epistemologi Pendidikan Islam


Pendidikan merupakan aktivitas kultural yang sangat khusus dan fundamental dalam kehidupan manusia karena tanpa pendidikan mustahil sebuah kebudayaan atau peradapan dapat bertahan hidup. Ini mengandung arti bahwa fungsi kultural pendidikan, jika disederhanakan meliputi fungsi konservatif (melestarikan kultur) dan fungsi progresif (memajukan kultur).

Pendidikan sebagai aktivitas cultural yang khusus dan fundamental setidaknya dapat dijelaskan melalui dua perspektif, yakni perspektif histories dan perspektis filosofis. Dalam perspektif histories, pendidikan terbukti selalu menyertai pasang surut perjalanansejarah umat manusia, mulai dari coraknya yang sederhana dan tradisional hingga modern. Sementara dari perspektif filosofis, karakteristik proses pendidikan mempunyai tiga sifat utama, yakni;

(1) proses pendidikan merupakan suatu tindakan performatif; dalam arti tindakan yang diarahkan untuk mencapai sesuatu yang bermanfaat bagi individu dalam proses individualisasi dan dalam kerangka partisipasi dengan sesama.

(2) tindakan pendidikan merupakan tindakan reflektif; dalam arti tindakan yang dikaji betul akuntabilitasnya, atau tindakan yang timbul dari perenungan akan fisibilitasnya, tidak semata spontanitas tanpa rencana; dan

(3) proses pendidikan merupakan suatu tindakan sadar tujuan.

Salah satu hal mendasar dalam pendidikan yang hingga kini belum terpecahkan secara tuntas adalah menyangkut persoalan “epistimologis” dengan alasan bahwa proses belajar mengajar dalam konteks pendidikan senantiasa memuat unsure penyampaian pengetahuan, ketrampilan, dan nilai – nilai. Mengingat epistemologilah yang mendasari pola pikir dan tingkah laku manusia maka persolan epistemologi dimasukkan ke dalam determinan utama pendidikan baik pada dataran teoritik maupun praktis. Dengan demikian epistemologi seolah merupakan bingkai konseptual (perspektif) dalam mengalami, memahami dan bersikap terhadap realitas. Oleh karena itu, perbedaan titik tekan dalam epistemologi akan sangat berpengaruh terhadap kontruksi bangunan pemikiran manusia bahkan juga dalam pandangan dunianya.

Sementara itu, salah satu persoalan penting dalam epistemologi adalah menyangkut sumber pengetahuan yang secara terperinci meliputi enam macam, yaitu indera, wahyu, otoritas, akal, intuisi dan salaing melengkapi diantara sumber – sumber pengetahuan tersebut. Lalu bagaimana epistemologi pendidikan yang dibangun oleh filusuf Inggris? Dan bagaimana perbandingannya dengan epistemologi pendidikan Islam?

Epistemologi Pendidikan Filusuf Inggris

Filiusuf Inggris yang terkenal dengan pandangan empirisme dalam aliran filsafat pendidikan yani John Locke. John Locke lahir 1632 – 1704. Konsep filsafat dalam pendidikan dari sisi epistemologi (hakikat pengetahuan) adalah ;

(1) semua gagasan bersumber dari pengindraan atau refleksi. Pengindraan merupakan proses alat indra memperoleh kesan tentang peristiwa – peristiwa di luar dirinya. Kesan – kesan yang tesimpan (simple ideas) dalam diri manusia saling berasosiasi satu dengan yang lainya. Peristiwa ini sering disebut persepsi atau pengindraan batin. Hasil dari persepsi tersebut adalah pengetahuan (complex ideas).

(2) jiwa adalah kumpulan dari kemampuan – kemampuan yang ada dalam gagasan – gagasan yang kompleks tersebut.

Implikasi pada tujuan pendidikan yakni membentuk manusia yang berwatak atau berkebajikan yaitu manusia yang dapat mengendalikan segala perasaan kecenderungan dan perbuatan semata – mata berdasarkan pikiran sehat. Sedangkan pada isi pendidikan atau kurikulum, pembentukan kepribadian atau watak melalui

(1) pendidikan jasmani dengan semboyan “Mens sana in corpore sano”

(2) pendidikan moral yang tertuju pada pengembangan kemampuan pengendalian perasaan oleh akal pikiran sehat dan

(3) pendidikan intelektual yang tertuju pada pengembangan kemampuan berpikir sehat.

Adapun konsep metode pendidikan memandang;

a. Pendidikan adalah pembiasaan intelektual moral dan fisik

b. Belajar adalah latihan – latihan intelektual terdiri atas tiga tahap, yaitu: (1) latiahan pengindraan; (2) latihan pengingatan; (3) latihan berpikir

c. Belajar atau latihan harus berdasarkan pada minat dan pemberian ganjaran bagi yang berhasil.

Pada konsep peranan peserta didik dan pendidik menjadikan pendidikan berpusat pada pendidik, peserta didik pasif. Pendidik mempunyai kekuasaan yang maha besar dalam proses belajar – mengajar.

Epistemologi Pendidikan Islam

Sebagai sebuah turats, historisitas budaya dan tradisi pemikiran Islam dapat dicermati dari terjadinya perubahan, pergeseran, dan kristalisasi struktur tipologisnya akibat pengaruh dinamika konteks histories yang melingkari. Budaya dan tradisi pemikiran Islam pada masa keemasan (abad III – V H) menagndung tiga struktur epistemologis yang saling bersaing yaitu bayani, irfani dan burhani. Epistemilogi bayani lebih dahulu menandai kontruksi jagad intelektual dunia Islam dengan komponen ulama bayaniyyun dan menghasilkan produk intelektual utama berupa ulum naqliyah khususnya kalam, balaghah, nahwu dan fiqih.

Diantara ciri khusus sistem filsafat dalam Islam adalah penggunaan al –Qur’an sebagai sumber filsafat dan pembimbing bagi kegiatan berfilsafat. Dalamal- Qur’an bertebaran ayat –ayat memerintahkan, mendorong serta membimbing umat Islam untuklah dan sebutannya, misalnya mengunakan akal, berpikir, bertafakur, bertafakuh, menggunakan ra’yu, menggadakan penyelidikan, penelitian, dan sebagainya.

Filsafat Islam sebagai suatu sistem kefilsafatan juga mengandung ketiga unsurtersebut. Perbedaaan antara sistem filsafat pada umumnya denagn sistem filsafat Islam, adalah pada pandangannya yang “sarwa Islami”.

Secara konkrit dan praktis, kegiatan berfilsafat dalam dunia Islam bermula dan anmpak dalam sistem pengambilan kebijaksanaan dengan jalan ijtihad. Ijtihad adalah usaha untuk mendapatkan kebenaran dan kebijaksanaan dengan mengunakan segenap daya akal pikiran dan potensi – potensi manusiawi lainnya. Sistem ijtihad inilah yang merupakan dasar- dasar epistemologi dalam filsafat Islam, yang kemudia dalam perkembangannya menimbulkan berbagai macam aliran pemikiran filsafati dalam dunia Islam.

Tumbuh dan berkembangnya alam pikiran falsafati dalam dunia Islam tersebut, disebabkan karena beberapa faktor, antara lain ;

(1) sumber Islam yang asli dan murni yaitu berupa ayat – ayat al Qur’an dan hadist nabi SAW. Yang mendorong dan memerintahkan untuk membaca, berpikir, berfakur, mengambil pelajaran, meneliti, menyelidiki, mempelajari sejarah, dan sebagainya.

(2) Bersumber dari budaya dan pemikiran bangsa – bangsa yang kemudian masuk Islam. Yang dimaksud adalah unsur – unsur budaya mereka adapt kebiasaan dan sistem pemikirannya tetap mereka perthankan, sepanjang tidak bertentangan dengan sumber dasar Islam.

(3) Bahan terjemahan dari bahasa asing.

Aliran pendidikan Islam yang pernah berkembang pada masa keemasan secara garis besar dipetakan menjadi dua macam, yaitu aliran konservatif dan aliran rasional. Diantara pendidikan muslim yang termasuk kedalam aliran pertama adalah : Ibn sahnun, al Qabisi, al – Ghozali, dan Nasiruddin ath-Thusi. Sedangkan tokoh muslim pada aliran kedua yaitu al – farabi, Ibn Sina, ikhwan ash-Shafa, Ibn Miskawaih, dan al-Mawardi.

Aliran konservatif adalah aliran pendidikan yang mempunyai kecenderungan “keagamaan” sangat kuat bahkan hingga tidak jarang bisa menimbulkan beberapa implikasi sebagai berikut.

(1) memaknai ilmu hanya sebatas pada pengetahuan tentang Tuhan.

(2) Berambisi pada keluhuran spiritual hingga bersikap megecilkan dunia; prioritas diberikan pada pengetahuan yang diyakini bisa menujang keluhuran moral dan kebahagiaan di akhirat.

(3) Mengangap “ilmu hanya untuk ilmu”, ilmu secara instrinsik dipandang bernilai (utama) meski tanpa digunakan untuk pengbdian kepad sesame.

Seiring dengan perkembangan pemikiran yang dialami oleh al – Ghozali ada empat variasi sistem klasifikasi keilmuan, yaitu (1) pembagian ilmu – ilmu menjadi teritis dan praktis; (2) pembagian ilmu menjadi pengetahuan yang dihadirkan dan pengetahuan yang dicapai; (3) pembagian atas ilmu – ilmu religius dan intelektual; dan (4) pembagian ilmu menjadi ilmu fadhu a’in dan fardhu kifayah.

Kecenderungan keagamaan aliran konservatif menjadi unsur utama yang berhasil membangun citra bahwasannya esensi pendidikan Islam adalahpembentukan dan pembinaan akhlaq.

Hal pokok yang membedakan antara aliran rasional dengan aliran konservatif adalah menyangkut cara pandang yang digunakan oleh keduanya dalam memperbincangkan masalah wacana pandidikan. Dalam pandanagn aliran rasioanal aktivitas pendidikan dipahami sebagai usaha mengaktualisasikan potensi – potensi yang dimiliki individu sehingga esendi pendidikan adalah kiat transformasi ragam potensi menjadi kemampuan aktual.

Dilihat dari sisi epistemologi, satu hal yang membedakan pendidikan Islam dengan pendidikan lainya khususnya Inggris adalah pengakuan terhadap keberadaan wahyu (Al-Qur’an dan sunah nabi) sebagai sumber kebenaran. Dalam rekomendasi umum konferensi pendidikan muslim pertama tahun 1977 disebutkan bahwa sumber – sumber pengetahuan menurut konsep Islam, dibagi menjadi dua kategori (1) wahyu Ilahi dan (2) intelek manusia dan perangkatnya.

Diantara inti ajaran Al-Qur’an dan sunah nabi adalah adanya pandangan dunia (world view) tahuid yang tidak sekedar berarti monotheisme (paham mengesakan Tuhan), tetapi juga berarti pengakuan bahwa Dia sebagai sumber kebenaran yang termanifestasikan dalam ayat – ayat-Nya. Baik ayat qauliyah maupun kauniyah. Oleh karena itu, pengetahuan pada hakikatnya merupakan wujud upaya manusia untuk menyingkap tirai – tirai realitas dalam rangka menuju pengenalan Tuhan (ma’rifatullah) secara lebih sempurna. Dengan demikian, visi tauhid menuntut pendidikan Islam dalam proses pembelajarannya mampu memadukan segenap potensi untuk mengetahui yang dimiliki manusia dan memadukan ragam pengetahuan yang telah dihasilkan oleh potensi – potensi tersebut melalui upaya mempelajari ayat – ayat-Nya.

Daftar Pustaka

Ali Khan, Syafique. 2005. Filsafat pendidikan Al- ghozali. Badung : CV Pustaka Setia

Arif, mahmud. 2008. Pendidikan Islam Transformatif. Yogyakarta : PT LKIS Pelangi Aksara

Arifin, Muzayyin. 2008. Filsafat pendidikan Islam. Jakarta : Bumi aksara

PENDIDIKAN MELALUI TELADAN DALAM AL-QUR’AN


Telah dijelaskan bahwa anak-anak merupakan para peniru alamiah. Kemampuan meniru sangat kuat melekat pada dirinya. Karenanya anak-anak cenderung meniru cara-cara (perilaku) orang tua dan orang lain disekelilingnya; berbicara atau berjalan seperti mereka. Maka pendidikan melalui teladan merupakan metode belajar yang paling efektif untuk membawa kedewasaan dan kesadaran diri. Sebagai orang tua atau pendidik harus memperhatikan apa yang dibutuhkan anak atau peserta didik dan teladan seperti apa yang dibutuhkan seorang anak sehingga mereka sadar dan melakukan apa yang telah pendidik berikan melalui contoh.

  1. Berikan Contoh

Dalam menyampaikan pesan – pesan Islam Allah mengirimkan Rasulullah sebagai teladan bagi umatnya. Diharapkan dengan keteladanan Rasul umatNya mampu meneladani sifat dan sikap nabi. Sesuai dengan Q.S. Al-ahzab :21. “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” Begitu juga dengan mendidik anak. Jika para pendidik ingin menyampaikan pesan – pesan kebajikan mulailah dari diri sendiri dengan menjadikan teladan bagi anak. Dengan contoh yang mereka lihat secara langsung pesan kebajikan lebih mudah tersampaikan dengan mereka meniru apa yang orang tua lakukan.

  1. Lakukan Apa yang Dikatakan

Dalam QS. Al-Baqarah ayat 44

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?

Lakukan apayang kita lakukan dan lakukan apa yang kita lakukan. Jika orang tua menyuruh untuk berbuat kebajikan pada sang buah hati maka orang tua berbuatlah kebajikan tersebut terlebih dahulu atau ketika orang tua menyuruh untuk berbuat baik maka orang tua juga melakukan perbuatan itu. Tidak hanya sekedar menyuruh tapi orang tua malah mengabaikannya. Selain anak akan enggan untuk melaksanakan tentu mereka marah dan menganggap bahwa orang tua cuma bias berbicara dan memerintah saja. Selain itu para orang tua seperti itu akan mendapat murka Allah sesuai dengan QS. As-shaff ayat 3 “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”

Isna Hidayati Effendi

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Amini. 2006. Anakmu amanatnya. Jakarta : al – huda

Hamka. Tafsir Al-Azhar. Singapura : Pustaka Nasional PTE LTD

Mahali, A. Mudjab. 2002. Asbabun Nuzul : Studi Pendalaman Al-Qur’an. Jakarta : PT Raja Grafindo Perasada

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta : Lentera Hati

KEWAJIBAN UNTUK BUAH HATI


Dalam persektif Islam anak-anak memiliki dunia yang cukup indah dan memesonakan, namun tetap senantiasa memerlukan perhatian serta panduan untuk melindungi kehidupan dan dunia mereka agar terhindar dari bahaya yang mengancam sehingga anak tetap berada dalam koridor yang baik. Menelantarkan dan menyia-nyiakan anak sangat dilarang agama, “Sesungguhnya rugilah orang-orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui” (Q.S. al-An’am [6]: 140). Anak merupakan amanah Allah untuk diasuh, dididik dan dibimbing menjadi anak yang shalih dan shalihah. Rasulullah saw adalah orang yang sangat perhatian pada anak-anak dan cucu-cucunya dengan memberikan curahan kasih sayang kepada mereka.

Pembinaan anak merupakan amanah dari Allah, setiap orang tua berkewajiban untuk menunaikan amanah tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa kewajiban kita terhadap anak.

Pertama, memberikan kasih sayang dan perlindungan. Dalam suatu riwayat diceritakan, tatkala Rasulullah memperpanjang sujudnya, dan salah seorang bertanya: “kali ini sujud Rasul panjang, tidak seperti biasanya, apakah Rasul menerima wahyu?” Tidak, hanya saja putraku menunggangi pundakku. Aku enggan bangun (dari sujud) sebelum ia puas.” Kasih sayang bukan berarti memberikan kecukupan materi tetapi lebih penting dari itu adalah mendengarkan suara dan tuntutan mereka serta mendampinginya dalam proses tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa.

Kedua, memberikan keteladanan dan pendidikan yang baik. Sebagian orang meyakini bahwa pendidikan untuk anak hendaknya dimulai sejak berada di dalam kandungan. Seorang ibu yang hamil dianjurkan untuk banyak membaca ayat-ayat al-Qur’an. Maksudnya adalah orang tua harus senantiasa memberikan keteladanan tentang perilaku yang baik dan pesan-pesan moral. Jadi cara menyampaikan pesan kebaikan kepada anak adalah bukan sekadar dengan menyuruh, tapi lebih baik dengan contoh perbuatan.

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies