Berwisata merupakan pilihan menarik untuk mengisi liburan sembari menghilangkan kepenatan setelah menjalani rutinitas sehari-hari. Jika ingin merasakan udara sejuk dengan aroma wangi yang keluar dari bunga-bunga yang beraneka warna, Desa Sidomulyolah salah satu desa pilihan untuk berwisata dengan menikmati keindahan bunga.
Desa yang terletak di kota Batu ini sudah dikenal dengan kawasan wisata desa bunga. Keberadaannya Hanya delapan kilometer dari pusat kota Malang. Kalau menggunakan kendaraan bermotor dari Desa Landungsari hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk mencapai kawasan tersebut.
Pertama memasuki Desa Sidomulyo nampak kanan kiri jalan beraneka bunga dan tanaman hias dalam polybag yang berada di stan-stan penjualan bak etalse raksasa. Berjalan beberapa meter berikutnya akan menemukan rumah-rumah penduduk yang membudidayakan bunga dan tanaman hias untuk diperjual-belikan. Sebagian besar penduduk membudidayakan tanaman hias sehingga banyak halaman rumah penduduk yang disetting sebagai kebun kecil dan indah untuk menambah kenyamanan para pengunjung atau pembeli.
Di stan-stan penjualan lebih banyak menemukan tanaman hias seperti Euphorbia, Bambu Hoki, Kalatea, Puring, Palem, Kaktus dan lain sebagainya. Harganya pun terjangkau, dengan uang tiga ribu rupiah pengunjung sudah bisa mendapatkan tanaman hias. “Untuk harga sesuai dengan jenis dan ukuran tanaman, harga berkisar mulai dari tiga ribu rupiah sampai seratus ribu rupiah.”ungkap Hari Sulianto, salah satu penjaga stan tanaman hias. “Setiap harinya pengunjung atau pembeli bisa lima sampai sepuluh orang yang datang, itu kalau ramai. Kalau sepi sekali sampai tidak ada pembeli pun pernah.”jelas pria yang kerap dipanggil Gito tersebut.
Berbagai jenis bunga potong juga dibudidayakan di beberapa kebun milik penduduk. Seperti kebun bunga potong yang dibudidayakan oleh Mochammad Toha dan rekan-rekannya ini sudah berjalan tiga tahun. Kebun yang memiliki luas satu Hektar ini membudidayakan lebih dari tiga jenis bunga diantaranya Jaguar, Fiji Kuning, Fiji putih, Samrok salah satu jenis bunga standar, Aster, Puma dan Boris salah satu jenis bunga spray. Jenis bunga standart cenderung lebih mahal dari jenis bunga spray yang perawatannya lebih mudah. “Tergolong jenis bunga standart karena bentuk bunga dan penjualannya per tangkai sehingga biaya operasional yang dikeluarkan lebih mahal dibanding bunga spray atau jenis grouping karena bentuk bunganya yang berkelompok.”terang Toha ditengah kesibukannya yang sedang mengontrol wilayah perkebunannya saat itu.
Kebun bunga yang mempekerjakan 25 petani ini menggunakan budidaya stek untuk membudidayakan bunga potong tersebut. Menuju bulan-bulan ramai dimana permintaan tinggi maka penanaman bunga mencapai 250-300 ribu tangkai, namun pada bulan-bulan biasa yakni permintaan tidak terlalu tinggi hanya menanam 60 ribu tangkai. “ untuk mempersiapkan datangnya bulan ramai seperti mulud, ruwah (bulan jawa) atau bulan besar (hari raya idul adha) dimana biasanya banyak pesta pernikahan digelar maka penanaman bunga bisa mencapai 250-300 ribu tangkai, tapi kalau menuju bulan sepi seperti bulan puasa, sura dan sapar hanya menanam sekitar 60 ribu tangkai saja.”Jelas Pria asli Desa Sidomulyo tersebut.
Menurut Toha jenis bunga yang permintaanya paling banyak adalah Fiji Kuning, Fiji Putih dan Aster sehingga penanaman tiga jenis bunga tersebut cenderung lebih banyak. Namun jika produksi bunga saat itu terlampau banyak sementara permintaan sedikit maka jalan keluar yang diambil adalah memberikan potongan sampai 20 persen pada pembeli. “Kalau sampai over produksi kami memberikan diskon antara 10 sampai 20 persen, namun jika bunga masih banyak yang tidak terjual maka terpaksa bunga harus dibuang karena membusuk.”tutur Pria yang menamatkan sarjananya di salah satu Universitas Negeri di Malang tersebut.
Meskipun masih berjalan tiga tahun, Provinsi Bali menjadi distribusi utama bunga potong tersebut. Wilayah Malang, Surabaya, Kediri juga menjadi daerah distribusinya. Untuk Wilayah Kalimantan hanya mengirim satu bulan sekali. “Sekitar 70 sampai 80 persen dari hasil panen bunga potong ini dikirim ke Bali, setiap hari mampu mengirim delapan dus bunga potong. Sisanya daerah Malang dan sekitarnya, Surabaya, Kediri dan satu bulan sekali pengiriman ke daerah Kalimantan.”ujarnya ramah.
Mengenai perawatan Toha mengungkapkan setiap harinya harus melakukan pengamatan pada tanaman bunga tersebut. Para petani pekerja harus melakukan semprot hama seminggu sekali dan obat semprot yang digunakan sesuai dengan jenis hama yang menyerang tanaman bunga saat itu. Budidaya jenis bunga standart memerlukan perawatan lebih karena mengamati dan merawatnya per tangkai bunga sehingga biaya operasional yang keluarkan sedikit lebih mahal. Biaya produksi per tangkai 500 hingga 600 rupiah, sedangkan harga jual per tangkai 1000 hingga 1100 rupiah. “Harga jual dari produsen sendiri 1000 dan 1100 rupiah, tentu jenis bunga standart sedikit lebih mahal karena perawatannya yang intens dan kalau mengalami kerusakan per kuntum kerugiannya lebih besar dari jenis bunga spray.”terang Pria yang telah memiliki dua putra ini.
Budidaya mengunakan media rumah kaca ini menyebabkan masih sedikitnya penduduk Desa Sidomulyo yang membudidayakan bunga potong. Rumah kaca dibutuhkan salah satunya untuk melindungi bunga dari panas dan dingin berlebihan dan untuk membangun rumah kaca tersebut bisa dikatakan mahal. “Masih jarang yang membudidayakan bunga potong di desa ini (Sidomulyo) karena budidaya ini membutuhkan greenhouse untuk mengontrol cahaya dan suhu baik musim panas maupun penghujan, sedangkan pembuatan greenhouse sangat mahal.”papar Pria yang juga sedang menjalankan usaha dekorasi pernikahan ini.
Desa Sidomulyo sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata yang lebih besar, terpusat dan termanajemen. Membuat kawasan terpusat wisata desa bunga tersebut merupakan ide dari para pemuda Desa Sidomulyo pada tahun 2004. Dimana kawasan tersebut akan menjadi pusat pengunjung berwisata yang dilengkapi sarana dan prasarana memadai. Tak hanya bunga-bunga dan tanaman hias yang terpajang di kawasan wisata yang renacananya memiliki luas 6,7 Hektar, melainkan tempat untuk memetik bunga, belajar bercocok tanam, dan merangkai bunga tersedia disana. Namun program yang terancang selama lima tahun tersebut mengalami kendala. Hal ini terlontar dari pernyataan Toha yang saat itu salah satu pemuda Sidomulyo yang mencetuskan ide tersebut. “Tahun 2004 ide itu muncul dari para pemuda Sidomulyo, ide itu kami rancang dan kami kembangkan dan sudah kami ajukan ke pemerintah kota, namun banyak pro-kontra dan kendala disana sini. Sehingga sampai saat ini belum terealisasikan.”akunya.
Dalam hal pengelolaan kawasan desa wisata bunga tersebut, peran pemerintah masih minim. Penduduk Desa Sidomulyo yang bertani bunga di kawasan tersebut cenderung masih dikelola sendiri.”Meskipun penggelolaannya bersifat mandiri karena peran pemerintah yang masih bersifat parsial, harapannya kebun ini kelak menjadi objek wisata yang bisa dikunjungi wisatawan dengan sarana dan prasarana yang memadai.” Harap pria yang juga menjabat sebagai Ketua Usaha Milik Desa (BUMDes). ihe
0 komentar:
Posting Komentar