kepadaNya, Alloh sering menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.
Batu Kecil
Diposting oleh
Isna Effendi
, Kamis, 07 Juni 2012 at 19.45, in
Label:
CaTaTan
kepadaNya, Alloh sering menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.
Evidence of Love To the Apostle
Diposting oleh
Isna Effendi
, Selasa, 07 Februari 2012 at 19.54, in
1. In his worship; realized in the form of submission in running and maintaining the prayers according to His guidance. He said:
صلوا كما رايتمونى اصلى
Salatlah you as I pray. (H.R. Bukhari)
2. In the manner of dress that covers the genitals, polite, clean and beautiful, eat kosher food, clean and nutritious, not to eat until satisfied, do not eat unless hungry.
3. In a family, such as a husband who should be protecting, loving and caring family. He said:
حبب الي من دنياكم ثلاث: الطيب والنساء وجعلت قرة عينى فى الصلاة (رواه النسائ)
Been invested in this world to me three cases: a sense of love for women, fragrances, and cool to be my prayer. (H.R. an-Nasa'i)
4. As the leader of the people, he put the interests of his people more than his personal interests; He is not an individualistic type of person who thinks only of himself.
5. As a member of the community, he is not a man who likes to sit at home as he broke away with the surrounding community, but always interacting with all levels of society and often visit the homes of his friends.
- Should the values of Applied In Daily Life
2. Steadfast and patient in the face of disaster
3. Always optimistic and never gave up
4. Caring for the dhu'afa
5. Always carry out acts of worship sunna
6. No distinction between the messengers of God
7. Believing the contents of the books brought by the Apostles
8. Affirming the Apostles have admirable qualities
9. Making the Apostle as a role model
Etika Pergaulan dengan Non Muslim
Diposting oleh
Isna Effendi
, at 19.35, in
yaitu suatu ilmu yang memikirkan bagaimana seseorang mengambil sikap dalam pergaulan sehari-hari tentang mana yang tepat kita pilih sesuai dengan kondisi, kesempatan, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Etika dalam pergaulan ini dapat mencakup etika makan, etika berbusana, etika berhubungan dengan orang (human relation).
Bab ini hanya akan menjelaskan etika berhubungan dengan orang (human relation) khususnya etika pergaulan seorang muslim dengan non muslim.
Islam mengajarkan bertasamuh atau bersikap toleransi dalam berhubungan antar umat beragama. Toleransi disini berarti kerukunan sosial kemasyarakatan bukan masalah aqidah Islamiyah atau keimanan. Karena dalam hal aqidah sudah ditegaskan dalam al-Quran dan al-Hadist bahwa umat islam harus menyakini bahwa Islam adalah agama satu-satunya yang benar dan agama yang dianutnya. Firman Allah dalam Qur’an surat al-Kafirun
Pandangan Islam terhadap Pemeluk Agama Lain
Mari kita perhatikan firman Allah dalam QS al-Mumtahanah ayat 8 dan 9
Ayat 8 memiliki arti
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al-Mumtahanah : 8)
Dari ayat di atas Allah tidak menghalangi kita untuk bersosialisasi terhadap orang-orang yang berbeda keimanan dengan kita. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa seorang muslim boleh berbuat baik kepada orang non muslim dalam suasana damai, dengan bantuan kewangan, memberi makan mereka yang kelaparan, memberi pinjaman bagi mereka yang memerlukan, menolong mereka dalam perkara-perkara yang mubah, berlemah-lembut dalam tutur kata, membalas ucapan selamat mereka (seperti selamat belajar).
Orang-orang non muslim yang tidak memerangi umat Islam disebut sebagai kufur dzimmy. Orang-orang yang termasuk kufur dzimmy adalah orang-orang yang tidak membenci Islam, tidak memerangi, tidak membuat kerusakan atau kekacauan, serta tidak menghalagi dakwah Islam. Adapun agama keyakinan kufur dzimmi diserahkan kepada mereka sendiri, orang Islam dilarang menganggu keyakinan mereka. Kalau mereka hidup di negara Islam mereka berhak dilindungi pemerintah Islam sebagaimana perlindungan terhadap kaum Muslimin.
Etika berhubungan dengan orang yang berbeda keyakinan saja, Islam mengajarkan agar berbuat baik dan adil. Lebih lebih jika hubungan itu dengan umat intern umat Islam. kerukunan antar umat Islam ini harus berdasarkan atas semangat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim). Adanya perbedaan antar umat Islam itu rahmat asalkan perbedaan itu tidak membawa kepada perpecahan dan permusuhan.
Doa Rabithah Hati
Diposting oleh
Isna Effendi
, at 19.33, in
Hati ini telah bersatu
Berkumpul di perut bumi-Mu
Hati ini telah berpadu
Bersatu memikul beban dakwah-Mu
Hati ini telah mengikat setia
Untuk mendaulat untuk mendokong
Syariat-Mu di alam maya
Maka Ya Allah
Eratkanlah ikatan yang ada
Kekalkanlah kemesraan yang ada
Tunjukkanlah jalan yang benar
Penuhkanlah dengan cahaya-Mu
Tiada malap terangi alam-Mu
Hidup suburkanlah dengan makrifat-Mu
Tapi jika ingin mematikannya
Matikanlah sebagai Syuhada’
Dalam perjuangan menegakkan
Agama yang mulia…
amin
Keep SMiLe....
Diposting oleh
Isna Effendi
, Senin, 16 Mei 2011 at 00.40, in
Label:
CaTaTan
Belakangan ini ku melihat salah seorang sahabat ku nampak murung. Kalau ditanya pasti jawabnya singkat, jelas, padat plus muka menunjukkan be te (bosan). Males juga mau tanya-tanya lebih jauh untuk mengetahui kondisi sebenarnya. Kali aja bisa bantu atau menghibur.
“ Ada apa gerangan? Apa yang harus ku lakukan sebagai seorang sahabat?” ucap ku dalam hati
Selama ini ku merasa peran ku sebagai seorang sahabat kurang sekali. Nabi pernah bersabda “Sebaik-baik sahabat atau saudara adalah seseorang yang apabila engkau lupa (khilaf atau melakukan kesalahan) maka ia mengingatkan mu dan apabila engkau ingat, ia membantu mu.” . Yup ku harus membantu mu. Tapi bagaimana caranya? Untuk mendekati kamu saja aku takut dan malas karena muka masam mu. Dengan sikap mu seperti itu aku jadi berburuk sangka juga. Apa kamu marah pada ku, sobat? Ada salahkah aku?
Tidak satu, dua kali kamu seperti itu. Saat ditanya ada apa dengan mu? Kamu selalu menjawab tidak ada masalah. Jika kamu memang tidak ada masalah maka tersenyumlah sobat. Wajah cemberut mu membuat banyak orang tidak nyaman, berburuk sangka, atau bahkan malas ngobrol dan menyapa mu.
Salah satu dosen ku dulu pernah menegur para mahasiswa nya yang berwajah muram, lemas, ngantuk dan tidak bersemangat saat belajar di kelas. Menurut beliau keadaan kita, terutama ekspresi luar kita sebenarnya mempengaruhi orang-orang sekitarnya. Jika di antara kita ada yang lemas, mengantuk, tidak bersemangat, berwajah murung maka orang-orang sekitar kita pasti ada yang tertular atau bisa juga tidak nyaman. Dosen sebagai pengajar juga merasakan tidak nyaman dan tidak bersemangat dalam mengajar jika ada mahasiswa malas, lemes, ogah-ogahan atau tidak bergairah dalam belajar. Begitu juga sebaliknya.
Tetap masih menurut dosen ku, setiap diri kita mengeluarkan energi sesuai kondisi kita yang akan mempengaruhi kondisi orang lain yang melihatnya. Kalau energi negatif yang kita keluarkan seperti, lemas, murung, tidak bersemangat dan lain sebagainya maka yang akan diterima orang yang melihatnya adalah energi negatif juga. Akibatnya sikap yang diberikan oleh si penerima sebagian negatif pula. Begitu juga kalau energi positif yang kita keluarkan seperti, tersenyum, lemah lembut, sopan, bersemangat, antusias, dan sebagainya maka orang yang melihat dan berinteraksi dengan kita akan menerima energi positif kita. Apa yang akan kita terima, sobat? Orang menyapa kita dengan balik senyuman, berinteraksi dengan kita merasa nyaman, melakukan sesuatu dengan semangat pula de el el.
Ketika kita merasa sudah memberikan energi positif namun tak berbalas dengan sikap positif, Insya Allah tetap bernilai ibadah, sobat. Bukan kah senyum kepada saudaramu adalah ibadah?
Tersenyumlah sobat...
Tidak semua orang peduli dengan masalah kita, yang mereka fikirkan adalah bagaimana sikap kita terhadap mereka? Saat duduk di sekolah menengah pertama ku pernah memiliki motto “Meski hati terluka, namun bibir tetap tersenyum”. Meski berat, ku coba terapkan motto itu saat sedih dan hasilnya membuat kondisi hati ku lebih baik walaupun masalah belum terselesaikan 100%.
I Love You Sobat... Keep SmiLe !!!
CIRI-CIRI KEMODERENAN DALAM PEMIKIRAN AL-AFGHANI DAN MUHAMMAD ABDUH
Diposting oleh
Isna Effendi
, Minggu, 08 Mei 2011 at 21.35, in
Label:
IslamicStudies
Ketika kondisi umat Islam saat itu digambarkan suatu masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat-rapat pintu ijtihad, mengabaikan peranan aqal dalam memahami syari’at Allah atau mengistimbatkan hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan aqal (jumud), serta yang berdasarkan khurafat-khurafat, Muhammad Abduh muncul dengan pemikirannya yang membebaskan aqal fikiran dari belenggu-belenggu taqlid. Menurut Abduh hal inilah yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana haqnya salaful ummah, yakni memahami langsung dari sumber pokoknya, Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut Muhammad Abduh, aqal dapat mengetahui hal-hal berikut ini:
1. Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
2. Keberadaan hidup di akhirat.
3. Kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan berbuat baik,kesengsaraannya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat.
4. Kewajiban manusia mengenal Tuhan.
5. Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akhirat.
6. Hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.
Bagi Muhamamd abduh, di samping mempunyai daya fikir, manusia juga mempunyai kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya, maka ia bukan manusia lagi, tetapi makhluk lain. Manusia dengan aqalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya, kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya sendiri, dan selanjutnya mewujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.
Dengan memperhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang peranan aqal dan kebebasan memilih bagi manusia di atas menampakkan segi pemikiran Muhammad Abduh tersebut mencirikan kemoderenannya.
Tak jauh beda dengan Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani berpendapat bahawa umat Islam ketinggalan kerana kejumudan dan ‘ketaatan’ mereka pada tradisi. Dalam keadaan ini, kejayaan umat Islam hanyalah cita-cita yang kosong belaka. Dalam salah satu tulisannya di dalam al-‘Urwah al-Wusqa, beliau menegaskan bahawa tindakan manusia bersumberkan dari pada fikiran. Tindakan ini memperkukuhkan fikiran yang dibawanya. Kebekuan fikiran dan tindakan yang berlangsung terus meneruslah yang menyebabkan kemunduran dalam dunia Islam.
Disamping itu, Afghani mengagungkan pencapaian ilmu pengetahuan Barat. Ia tak melihat adanya kontradiksi antara Islam dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan Barat dapat dipisahkan dari ideologi Barat. Barat mampu menjajah Islam karena memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi itu, sebab itu kaum Muslim harus juga menguasainya agar dapat melawan imperialisme Barat. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah alat, sedangkan tujuan yang ingin dicapai ditentukan oleh agama Islam. Di sini sudah tampak bibit pandangan instrumentalistik, yaitu anggapan bahwa ilmu pengetahuan hanyalah alat untuk prakiraan dan pengendalian, dan sama sekali tak berbicara tentang kebenaran. Pandangan al-Afghani ini didukung oleh gagasannya bahwa Islam menganjurkan pengembangan pemikiran rasional dan mengecam sikap taklid. Dalam hal ini yang dianjurkannya bukan hanya pengkajian ilmu pengetahuan tetapi juga pengembangan filsafat Islam yang telah lama mandek.
Dua pandangan inilah al-Afghani yang menjadikan dia termasuk tipe modernism dalam tipologi yang diklasifikasikan Rahman.