GuDang eLmu
this site the web

Perbandingan Epistemologi Pendidikan Filusuf Inggris dengan Epistemologi Pendidikan Islam


Pendidikan merupakan aktivitas kultural yang sangat khusus dan fundamental dalam kehidupan manusia karena tanpa pendidikan mustahil sebuah kebudayaan atau peradapan dapat bertahan hidup. Ini mengandung arti bahwa fungsi kultural pendidikan, jika disederhanakan meliputi fungsi konservatif (melestarikan kultur) dan fungsi progresif (memajukan kultur).

Pendidikan sebagai aktivitas cultural yang khusus dan fundamental setidaknya dapat dijelaskan melalui dua perspektif, yakni perspektif histories dan perspektis filosofis. Dalam perspektif histories, pendidikan terbukti selalu menyertai pasang surut perjalanansejarah umat manusia, mulai dari coraknya yang sederhana dan tradisional hingga modern. Sementara dari perspektif filosofis, karakteristik proses pendidikan mempunyai tiga sifat utama, yakni;

(1) proses pendidikan merupakan suatu tindakan performatif; dalam arti tindakan yang diarahkan untuk mencapai sesuatu yang bermanfaat bagi individu dalam proses individualisasi dan dalam kerangka partisipasi dengan sesama.

(2) tindakan pendidikan merupakan tindakan reflektif; dalam arti tindakan yang dikaji betul akuntabilitasnya, atau tindakan yang timbul dari perenungan akan fisibilitasnya, tidak semata spontanitas tanpa rencana; dan

(3) proses pendidikan merupakan suatu tindakan sadar tujuan.

Salah satu hal mendasar dalam pendidikan yang hingga kini belum terpecahkan secara tuntas adalah menyangkut persoalan “epistimologis” dengan alasan bahwa proses belajar mengajar dalam konteks pendidikan senantiasa memuat unsure penyampaian pengetahuan, ketrampilan, dan nilai – nilai. Mengingat epistemologilah yang mendasari pola pikir dan tingkah laku manusia maka persolan epistemologi dimasukkan ke dalam determinan utama pendidikan baik pada dataran teoritik maupun praktis. Dengan demikian epistemologi seolah merupakan bingkai konseptual (perspektif) dalam mengalami, memahami dan bersikap terhadap realitas. Oleh karena itu, perbedaan titik tekan dalam epistemologi akan sangat berpengaruh terhadap kontruksi bangunan pemikiran manusia bahkan juga dalam pandangan dunianya.

Sementara itu, salah satu persoalan penting dalam epistemologi adalah menyangkut sumber pengetahuan yang secara terperinci meliputi enam macam, yaitu indera, wahyu, otoritas, akal, intuisi dan salaing melengkapi diantara sumber – sumber pengetahuan tersebut. Lalu bagaimana epistemologi pendidikan yang dibangun oleh filusuf Inggris? Dan bagaimana perbandingannya dengan epistemologi pendidikan Islam?

Epistemologi Pendidikan Filusuf Inggris

Filiusuf Inggris yang terkenal dengan pandangan empirisme dalam aliran filsafat pendidikan yani John Locke. John Locke lahir 1632 – 1704. Konsep filsafat dalam pendidikan dari sisi epistemologi (hakikat pengetahuan) adalah ;

(1) semua gagasan bersumber dari pengindraan atau refleksi. Pengindraan merupakan proses alat indra memperoleh kesan tentang peristiwa – peristiwa di luar dirinya. Kesan – kesan yang tesimpan (simple ideas) dalam diri manusia saling berasosiasi satu dengan yang lainya. Peristiwa ini sering disebut persepsi atau pengindraan batin. Hasil dari persepsi tersebut adalah pengetahuan (complex ideas).

(2) jiwa adalah kumpulan dari kemampuan – kemampuan yang ada dalam gagasan – gagasan yang kompleks tersebut.

Implikasi pada tujuan pendidikan yakni membentuk manusia yang berwatak atau berkebajikan yaitu manusia yang dapat mengendalikan segala perasaan kecenderungan dan perbuatan semata – mata berdasarkan pikiran sehat. Sedangkan pada isi pendidikan atau kurikulum, pembentukan kepribadian atau watak melalui

(1) pendidikan jasmani dengan semboyan “Mens sana in corpore sano”

(2) pendidikan moral yang tertuju pada pengembangan kemampuan pengendalian perasaan oleh akal pikiran sehat dan

(3) pendidikan intelektual yang tertuju pada pengembangan kemampuan berpikir sehat.

Adapun konsep metode pendidikan memandang;

a. Pendidikan adalah pembiasaan intelektual moral dan fisik

b. Belajar adalah latihan – latihan intelektual terdiri atas tiga tahap, yaitu: (1) latiahan pengindraan; (2) latihan pengingatan; (3) latihan berpikir

c. Belajar atau latihan harus berdasarkan pada minat dan pemberian ganjaran bagi yang berhasil.

Pada konsep peranan peserta didik dan pendidik menjadikan pendidikan berpusat pada pendidik, peserta didik pasif. Pendidik mempunyai kekuasaan yang maha besar dalam proses belajar – mengajar.

Epistemologi Pendidikan Islam

Sebagai sebuah turats, historisitas budaya dan tradisi pemikiran Islam dapat dicermati dari terjadinya perubahan, pergeseran, dan kristalisasi struktur tipologisnya akibat pengaruh dinamika konteks histories yang melingkari. Budaya dan tradisi pemikiran Islam pada masa keemasan (abad III – V H) menagndung tiga struktur epistemologis yang saling bersaing yaitu bayani, irfani dan burhani. Epistemilogi bayani lebih dahulu menandai kontruksi jagad intelektual dunia Islam dengan komponen ulama bayaniyyun dan menghasilkan produk intelektual utama berupa ulum naqliyah khususnya kalam, balaghah, nahwu dan fiqih.

Diantara ciri khusus sistem filsafat dalam Islam adalah penggunaan al –Qur’an sebagai sumber filsafat dan pembimbing bagi kegiatan berfilsafat. Dalamal- Qur’an bertebaran ayat –ayat memerintahkan, mendorong serta membimbing umat Islam untuklah dan sebutannya, misalnya mengunakan akal, berpikir, bertafakur, bertafakuh, menggunakan ra’yu, menggadakan penyelidikan, penelitian, dan sebagainya.

Filsafat Islam sebagai suatu sistem kefilsafatan juga mengandung ketiga unsurtersebut. Perbedaaan antara sistem filsafat pada umumnya denagn sistem filsafat Islam, adalah pada pandangannya yang “sarwa Islami”.

Secara konkrit dan praktis, kegiatan berfilsafat dalam dunia Islam bermula dan anmpak dalam sistem pengambilan kebijaksanaan dengan jalan ijtihad. Ijtihad adalah usaha untuk mendapatkan kebenaran dan kebijaksanaan dengan mengunakan segenap daya akal pikiran dan potensi – potensi manusiawi lainnya. Sistem ijtihad inilah yang merupakan dasar- dasar epistemologi dalam filsafat Islam, yang kemudia dalam perkembangannya menimbulkan berbagai macam aliran pemikiran filsafati dalam dunia Islam.

Tumbuh dan berkembangnya alam pikiran falsafati dalam dunia Islam tersebut, disebabkan karena beberapa faktor, antara lain ;

(1) sumber Islam yang asli dan murni yaitu berupa ayat – ayat al Qur’an dan hadist nabi SAW. Yang mendorong dan memerintahkan untuk membaca, berpikir, berfakur, mengambil pelajaran, meneliti, menyelidiki, mempelajari sejarah, dan sebagainya.

(2) Bersumber dari budaya dan pemikiran bangsa – bangsa yang kemudian masuk Islam. Yang dimaksud adalah unsur – unsur budaya mereka adapt kebiasaan dan sistem pemikirannya tetap mereka perthankan, sepanjang tidak bertentangan dengan sumber dasar Islam.

(3) Bahan terjemahan dari bahasa asing.

Aliran pendidikan Islam yang pernah berkembang pada masa keemasan secara garis besar dipetakan menjadi dua macam, yaitu aliran konservatif dan aliran rasional. Diantara pendidikan muslim yang termasuk kedalam aliran pertama adalah : Ibn sahnun, al Qabisi, al – Ghozali, dan Nasiruddin ath-Thusi. Sedangkan tokoh muslim pada aliran kedua yaitu al – farabi, Ibn Sina, ikhwan ash-Shafa, Ibn Miskawaih, dan al-Mawardi.

Aliran konservatif adalah aliran pendidikan yang mempunyai kecenderungan “keagamaan” sangat kuat bahkan hingga tidak jarang bisa menimbulkan beberapa implikasi sebagai berikut.

(1) memaknai ilmu hanya sebatas pada pengetahuan tentang Tuhan.

(2) Berambisi pada keluhuran spiritual hingga bersikap megecilkan dunia; prioritas diberikan pada pengetahuan yang diyakini bisa menujang keluhuran moral dan kebahagiaan di akhirat.

(3) Mengangap “ilmu hanya untuk ilmu”, ilmu secara instrinsik dipandang bernilai (utama) meski tanpa digunakan untuk pengbdian kepad sesame.

Seiring dengan perkembangan pemikiran yang dialami oleh al – Ghozali ada empat variasi sistem klasifikasi keilmuan, yaitu (1) pembagian ilmu – ilmu menjadi teritis dan praktis; (2) pembagian ilmu menjadi pengetahuan yang dihadirkan dan pengetahuan yang dicapai; (3) pembagian atas ilmu – ilmu religius dan intelektual; dan (4) pembagian ilmu menjadi ilmu fadhu a’in dan fardhu kifayah.

Kecenderungan keagamaan aliran konservatif menjadi unsur utama yang berhasil membangun citra bahwasannya esensi pendidikan Islam adalahpembentukan dan pembinaan akhlaq.

Hal pokok yang membedakan antara aliran rasional dengan aliran konservatif adalah menyangkut cara pandang yang digunakan oleh keduanya dalam memperbincangkan masalah wacana pandidikan. Dalam pandanagn aliran rasioanal aktivitas pendidikan dipahami sebagai usaha mengaktualisasikan potensi – potensi yang dimiliki individu sehingga esendi pendidikan adalah kiat transformasi ragam potensi menjadi kemampuan aktual.

Dilihat dari sisi epistemologi, satu hal yang membedakan pendidikan Islam dengan pendidikan lainya khususnya Inggris adalah pengakuan terhadap keberadaan wahyu (Al-Qur’an dan sunah nabi) sebagai sumber kebenaran. Dalam rekomendasi umum konferensi pendidikan muslim pertama tahun 1977 disebutkan bahwa sumber – sumber pengetahuan menurut konsep Islam, dibagi menjadi dua kategori (1) wahyu Ilahi dan (2) intelek manusia dan perangkatnya.

Diantara inti ajaran Al-Qur’an dan sunah nabi adalah adanya pandangan dunia (world view) tahuid yang tidak sekedar berarti monotheisme (paham mengesakan Tuhan), tetapi juga berarti pengakuan bahwa Dia sebagai sumber kebenaran yang termanifestasikan dalam ayat – ayat-Nya. Baik ayat qauliyah maupun kauniyah. Oleh karena itu, pengetahuan pada hakikatnya merupakan wujud upaya manusia untuk menyingkap tirai – tirai realitas dalam rangka menuju pengenalan Tuhan (ma’rifatullah) secara lebih sempurna. Dengan demikian, visi tauhid menuntut pendidikan Islam dalam proses pembelajarannya mampu memadukan segenap potensi untuk mengetahui yang dimiliki manusia dan memadukan ragam pengetahuan yang telah dihasilkan oleh potensi – potensi tersebut melalui upaya mempelajari ayat – ayat-Nya.

Daftar Pustaka

Ali Khan, Syafique. 2005. Filsafat pendidikan Al- ghozali. Badung : CV Pustaka Setia

Arif, mahmud. 2008. Pendidikan Islam Transformatif. Yogyakarta : PT LKIS Pelangi Aksara

Arifin, Muzayyin. 2008. Filsafat pendidikan Islam. Jakarta : Bumi aksara

0 komentar:

Posting Komentar

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies