GuDang eLmu
this site the web

Konsepsi dan Penyimpangan Islam Liberal

Isna Hidayati Effendi

A. Munculnya Islam Liberal di Indonesia

Islam Liberal adalah kelompok Islam yang tidak setuju dengan pemberlakuan syariat Islam (secara formal oleh negara), kelompok yang getol memperjuangkan sekularisasi, emansipasi wanita, ”menyamakan” agama Islam dengan agama lain (pluralisme teologis), memperjuangkan demokrasi barat dan sejenisnya.

Setelah Nurcholis Madjid meluncurkan gagasan sekularisasi dan ide-ide teologi inklusif-pluralis, kini “kader-kader” Nurcholis mengembangkan gagasannya yang lebih intensif lewat yang mereka sebut “Jaringan Islam Liberal” (JIL) dan mulai aktif pada Maret 2001. Kegiatan awal adalah menggelar diskusi dalam dunia maya (milis) selain itu menyebarkan gagasannya lewat website yang dibuatnya.

Sejak 25 Juni 2001 JIL mengisi satu halaman Jawa Pos Minggu, berikut 51 koran jaringannya, dengan artikel dan wawancara seputar perspektif Islam Liberal. Selain itu JIL juga mengadakan talkshow dan diskusi-diskusi lewat puluhan radio. Talkshow tersebut dinyatakan sebagai upaya mengundang sejumlah tokoh yang selama ini dikenal sebagai “pendekar pluralism dan inklusifisme” untuk berbicara tentang social-keagamaan di Indonesia.

Pengelolaan JIL kemudian dikomandani oleh beberapa pemikir muda, seperti Luthfi Assyaukani (Universitas Paramadina Mulya), Ulil Abshar-Abdalla dan Ahmad Sahal (Junal Kalam). Selain itu JIL bekerja sama dengan para intelektual, penulis dan akademisi dalam dan luar negeri untuk menjadi kontributornya seperti Jalaludin Rahmat, Djohan Effendi, Azyumardi Azra dan lain sebagainya.

Lutfhfi menjelaskan tentang agenda-agenda Islam Liberal yang dikutip oleh Husaini (2002:3), yakni ada empat agenda utama yang menjadi payung bagi persoalan-persoalan yang dibahas oleh para pembaru dan oleh para intelektual muslim adalah agenda politik, agenda toleransi agama, agenda emansipasi wanita, dan agenda kebebasan berekspresi. Kaum Muslimin dituntut melihat keempat agenda ini dari perspektif mereka sendiri, dan bukan dari perspektif masa silam yang lebih banyak memunculkan kontradiksi ketimbang penyelesaian yang baik.

B. Islam Liberal melawan Islam Militan

Suatu gerakan biasanya memulai prioritas aktivitasnya dengan mempresepsikan terlebih dahulu apa yang mendai musuh atau ancamannya. Tanpa tendeng aling-aling, JIL menyatakan gerakannya bertujuan untuk melawan atau menghambat gerakan Islam militant atau Islam fundamentalis. JIL juga berterus terang ingin menghambat kelompok-kelompok yang berjuang untuk menerapkan syari’at Islam secara kafah dalam kehidupan.

JIL merumuskan tujuan gerakannya ke dalam empat hal. Pertama, memperkokoh landasan demokratisasi lewat penanaman nilai-nilai pluralisme, inklusivisme, dan humanism. Kedua, membangun kehidupan keberagamaan yang berdasarkan pada penghormatan atas perbedaan. Ketiga, mendukung dan menyebarkan gagasan keagamaan (utamanya Islam) yang pluralis, terbuka, an humanis. Keempat, mencegah agar pandangan-pandangan keagamaan yang militan dan prokekerasan tidak menguasai wacana publik.

Salah satu kontibutor JIL, Denny J A menyatakan bahwa kaum Islam Liberal bisa diberikan label Islam Subtansialis. Ada empat ciri kaum subtansialis di Indonesia. Pertama, mereka percaya bahwa isi dan subtansi agama Islam jauh lebih penting dari pada bentuk dan tabelnya. Dengan menekankan subtansi ajaran moral, sangat mudah bagi kaum subtansialis untuk mencari common ground dengan penganut agama dan kaum moralis lainnya untuk membentuk aturan public bersama.

C. Mengaburkan Konsep “Tauhid Islam” dan Menafsirkan al-Qur`an

Menyimak situsnya www.islamlib.com, tampak di sana begitu banyak lonataran pemikiran yang sangat bervariasi dalam berbagai bidang akidah, syari’at, social, budaya, politik, sampai poloik internasional. Dalam lapangan Akidah yang disorot adalah promosi kelompok ini terhadap teologi inklusif dan pluralis. Penyebaran pemikiran teologi inklusif dan pluralis ini dapat dipandang sebagai hal yang sangat serius dalam penghancuran akidah Islam. Apalagi yang menyebarkan teologi tersebut orang-orang yang dikenal sebagi tokoh Islam, cendekiawan muslim, kiai, dan aktivis organisasi Islam.

Al-Qur`an menegaskan bahwa orang-orang kafir (baik ahli Kitab maupun kafir musyrik), akan menjadi penghuni neraka (QS. Al-Bayyinah: 6). Semua kekufuran yahuni dan nasrani amatlah jelas. Namun pemahaman penganut Islam liberal berbeda. Mereka mengkampanyekan bahwa “inti semua agama “ bahkan agama itu sendiri adalah sama. Dalam hal ini mereka mengunakan dalil QS. Al-Baqarah ayat 62 dan al-maidah ayat 69 untuk dijadikan pijakan.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yahudi, Shabi’in dan orang-orang Nashara, barang siapa yang beriman kepada Allah, hari kemudia dan beramal shaleh maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”. (al-Maidah : 69)

Dari berbagai pendapat yang diungkap kaum inklusif-pluralis, ayat tersebut dinggap memberikan legitimasi bahwa agama apapun sama dan pada dasarnya adalah benar dan dapat dijadikan sebagai jalan menuju keselamatan. Menurut cedekiawan dan ulama penganut pluralism, Alwi Shihab bahwa komunitas agama apapun dapat menerima pahala, sebab al-Qur`an tidak membeda-bedakan komunitas agama yang ada.

D. Penghancuran Syariat Islam

Salah satu misi penting dari kelompok Islam Liberal adalah penolakan terhadap syari’at Islam liberal adalah penolakan terhadap syari’at Islam, khususnya dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Penolakan terhadap pembenlakuan syari’at Islam di Indonesia termasuk salah satu isu dan misi pokok yang diemban oleh kelompok Islam Liberal. Sebagai contoh salah tulisan dalam web nya yang menjelaskan bahwa banyak dampak negative yang muncul dari pemaksaan penerapan syariat Islam di Indonesia. Dari soal kemiskinan, ketidak-adilan hukum, hingga perampasan hak-hak kewarganegaraan akibat sentralisme kekuasaan pada hanya satu penafsiran. Korban pertama yang akan muncul dari penerapan syariat Islam adalah wanita. Karena menurutnya banyak sekali regulasi dalam Islam yang membatasi ruang gerak kaum wanita.

Kaum Liberal ini secara tegas menyatakan mendukung suatu Negara sekuler. Mereka berpandangan jika syariat Islam diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka prinsip Negara sekuler akan runtuh, dan Negara itu berganti menjadi Negara yang antidemokrasi.

Diolah dari:

Husaini, Adian. 2002. Islam Liberal. Gema Insani Press: Jakarta

1 komentar:

Unknown mengatakan...

penjelasannya masih kurang

Posting Komentar

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies