“Wailul.. likul... li huma.. dzatilumazah..., aladzi... jama’ama lau wa’ad da dah..,”
Ku simak suara tertatih-tatih membaca al-Qur’an beberapa mahasiswa Baca Tulis al-Qur’an (BTQ). Meski membacanya masih terbata-bata tanpa lagu alias datar-datar saja namun menentramkan hati ku. Beberapa mahasiswa nampak antusias mengikuti program BTQ, progam wajib mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah Agama Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) di kelas mubtadi’in (dasar). Beberapa lagi masih terlihat ogah-ogahan untuk mempelajari dan membacanya.
“Hm...Bagaimana memotivasi teman2 ini agar mereka belajar al-qur’an karena memang mereka membutuhkannya..” pikir ku. Awal pertemuan sudah ku sampaikan perlunya belajar membaca al-Qur’an yang mungkin hal ini bisa memotivasi mereka. Sempat ku tanya pula menurut pendapat mereka tentang mengapa harus belajar membaca al-qur’an. “Karena al-Qur’an itu petunjuk umat Islam mbk,” jwb salah satu dari mereka. “Sebagai kitab pedoman umat Islam, ya malu lah kalau orang Islam sendiri g bisa membacanya,” timpal mahasiswa lainnya. “Membaca al-Qur’an kan mendapat pahala,” jawab lainnya tak mau kalah.
Yuup tidak ada yang salah dengan jawaban mereka. Mereka sudah mengerti lah. Namun kenapa masih ada yang ogah-ogahan. Coba ku sampaikan tujuan dengan orientasi kelulusan. “Ayoo lebih diperbanyak lagi membacanya di rumah atau di kos, terutama panjang pendeknya masih kurang. Nanti standart kelulusannya bisa membaca dengan tajwid, panjang pendek, dan kelancaran membaca. Ingat lho ya nanti kalau teman-teman tidak lulus program BTQ ini berarti g bisa ambil mata kuliah AIK di semester depan,” ujar ku.
“Hah...” nampak hampir seluruh mahasiswa terkejut. “Mbk nanti kalau ujian di tanyai tajwid g?”, “Nanti yang nguji siapa?”, “Kapan ujiannya?”, “mbk aja yang nguji, biar bisa lulus semua,” berbagai pertanyaan terlontar.
Ooo teman... belajar membaca al-Qur’an lebih dari sekedar kelulusan. Mungkin standart itu yang dijadikan teman-teman sehingga masih ogah-ogahan untuk belajar. Namun ada satu mahasiswa ingat dipertemuan awal dia membacanya sangat terbata-bata tanpa tajwid. Selama proses belajar dia juga antusias, duduk selalu di bangku depan, banyak bertanya ketika dia tidak mengerti, dan ketika ku perintahkan temen2 untuk membaca nya di rumah, dia membacanya setiap hari. Luar Biasa.. pertemuan ke tujuh banyak perkembangan dalam membaca al-Qur’an.
Semangat belajar teman-teman itulah yang sebenarnya menambah semangat ku untuk mengajar. “Lebih baik mana proses dengan hasil?,” tanya ku.
“ya proses mbk?,”
“Yup.. Allah pun lebih menilai proses dari pada hasil. Hasil baik belum tentu cara mendapatkannya dengan cara yang halal bukan?. Begitu juga dengan proses kalian dalam belajar al-Qur’an. Melalui proses itulah mendapatkan perkembangan lebih baik meskipun sedikit. Lebih baik mana seorang anak yang sudah lumayan bisa membaca al-Qur’an namun dari hari ke hari sama aja kemampuannya tidak ada perkembangan. Dengan anak yang masih terbata-bata membaca namun dia terus belajar sehingga bacaannya jauh lebih baik dari sebelumnya,” celoteh ku panjang.
Ingat dalam sebuah hadist Jika hari ini sama dengan hari kemarin maka merugi.... maka keberuntungan akan diperoleh seorang mukmin jika hari ini lebih baik dari hari kemarin. Menuju keadaan yang lebih baik itulah yang membutuhkan sebuah proses...
Teruslah belajar teman..
Belajar al-Qur’an tidak hanya berhenti sampai habisnya program BTQ..
Mungkin sekarang merasa belum butuh tapi Ku yakin suatu saat al-Qur’an akan kau butuhkan,,,
Ku tak ingin terdengar kata-kata penyesalan saat usia melapuk...
04052011
Pagi hari setelah subuh
0 komentar:
Posting Komentar